"BKKBN bersama UNFPA berusaha mendorong akses dan peluang yang lebih setara bagi perempuan dan anak perempuan untuk memperkuat hak, pilihan, dan kemampuan mereka dalam membuat keputusan tentang kesehatan dan kehidupan seksual dan reproduksinya, serta meningkatkan kesadaran publik tentang ketidaksetaraan gender dan dampak buruknya terhadap perempuan dan anak perempuan," tandas Bonivasius.
Penegasan itu dikemukakan Bonivasius dengan mengambil potret perempuan di Indramayu yang masih menghadapi tantangan dalam mengakses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas.
Berdasarkan informasi yang diterima Bonivasius, masih banyak perempuan Indramayu yang bekerja sebagai pekerja migran, terutama ke negara-negara seperti Malaysia, Taiwan, dan Arab Saudi.
Migrasi pekerja wanita ini seringkali berhubungan dengan sektor pekerjaan domestik atau pekerjaan di sektor informal. Mereka dapat menghadapi risiko eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, serta kurangnya perlindungan hukum yang memadai.
Ketidaksetaraan gender juga masih menjadi masalah di Indramayu. Perempuan sering menghadapi penggajian yang tidak setara dengan laki-laki, kesempatan promosi yang terbatas, dan perlakuan yang tidak adil di tempat kerja.
Stereotip gender dan harapan tradisional juga dapat membatasi perempuan dalam memilih pekerjaan atau mengejar karir yang diinginkan.
Kasus perkawinan anak di Kabupaten Indramayu juga tinggi. Kasus itu berawal dari kemiskinan dan memicu perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga stunting.
Berdasarkan data SSGI tahun 2022, prevalensi stunting di Indramayu tercatat 21,10 persen. Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis sejak bayi dalam kandungan yang berakibat terganggunya tumbuh kembang anak.