SMKN 1 Pulau Tabuan Kekurangan Guru PNS dan Kesulitan Air Bersih

SMKN 1 Pulau Tabuan Kekurangan Guru PNS dan Kesulitan Air Bersih

--

RADARTANGGAMUS.CO.ID--Perkembangan dunia pendidikan di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung saat ini mengalami tantangan mulai dari sarana prasarana (Sarpras) hingga Sumber Daya Manusia (SDM).

Di Pulau Tabuan Kecamatan Cukuhbalak, Kabupaten Tanggamus, terdapat satuan pendidikan menengah atas yaitu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Pulau Tabuan.

Secara geografis bangunan sekolah ini berada di seberang lautan, butuh waktu berjam-jam untuk sampai ke Pulau Tabuan dengan kapal motor dari dermaga Kota Agung.

SDM tenaga pendidik di SMKN 1 Pulau Tabuan bisa dikatakan masih minim. Sekolah yang menjadi satu-satunya SMK di pulau itu kini berada di titik nadir. Dengan jumlah siswa hanya 50 orang.

BACA JUGA:Lagi Gubernur Lampung Mirza Rolling Pejabat Eselon II

BACA JUGA:Jembatan Gantung Penghubung Pekon dan Sekolah Rusak Kakon Ingin Dibangun Permanen, Ini Alasannya

Adapun jumlah gurunya, terdiri dari 7 guru honorer, dan 2 tenaga kependidikan honorer yang semuanya tanpa status ASN, sekolah ini hanya memiliki satu-satunya ASN yaitu Plt Kepala Sekolah, M. Ruzabari, M.Pd.

Namun, beban yang dipikul Ruzabari sungguh tidak masuk akal. Sejak Juni 2024 hingga kini, seluruh biaya operasional sekolah terpaksa dari kantong pribadinya.

Mulai dari penerbitan sertifikat tanah, izin operasional sekolah, pembayaran listrik PLN, hingga kewajiban pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang mengharuskan sekolah menyewa dan meminjam laptop semuanya dibiayai secara pribadi.

Lebih memilukan lagi, SMKN 1 Pulau Tabuan tidak memiliki sumber air bersih. Para siswa dan guru harus berjalan ratusan meter menuju hulu untuk mendapatkan air. Satu-satunya sumur bor yang dulu digunakan kini rusak karena mesinnya tak lagi berfungsi. Akibatnya, kegiatan belajar-mengajar pun sering terkendala.

“Sudah satu tahun kami bertahan dengan dana pribadi. Kami tidak pernah mendapatkan kucuran dana BOS maupun bantuan dari pemerintah. Tahun ini, terpaksa kami bermusyawarah dengan orang tua siswa agar membantu dengan iuran Rp75 ribu per bulan untuk satu anak,",ujar Ruzabari, Jumat (29/8/2025).

Namun iuran itu tentu bukan solusi jangka panjang. Mayoritas orang tua siswa hanyalah nelayan kecil, yang pendapatannya sangat bergantung pada hasil laut.

Bagi mereka, uang Rp75 ribu per bulan sudah cukup memberatkan. Sementara itu, sekolah terus berjalan dalam kondisi seadanya. Dengan penuh kepedihan, Ruzabari berharap pemerintah segera turun tangan.

“Kami mohon pemerintah memperhatikan kami yang jauh dari kota. Kirimkan guru ASN, baik PNS maupun P3K, atau paling tidak guru yang sudah bersertifikat. Jangan biarkan sekolah ini terus hidup dalam ketidaklayakan,” tegasnya.

Sumber: