HIKMAH PUASA BAGI PEGAWAI PEMERINTAH Oleh Hj. DEWI HANDAJANI, SE,.MM

HIKMAH PUASA BAGI PEGAWAI PEMERINTAH Oleh Hj. DEWI HANDAJANI, SE,.MM

Amat beragam pandangan kaum muslimin dalam memetik hikmah datangnya bulan Ramadhan. Keberagaman itu bersumber dari perbedaan sudut pandang mereka, berwarna-warninya pendidikan mereka dan yang paling penting adalah berjenjangnya tingkat keimanan mereka. Rasulullah shallallahualaihiwasallam bersabda, Setiap amalan anak Adam adalah miliknya, kecuali puasa, ia adalah milik-Ku, dan Akulah yang langsung akan mengganjarnya. HR. Bukhari dan Muslim. Apa yang dapat kita ambil dari hikmah ibadah puasa bagi kita selaku abdi dan pegawai pemerintah: Puasa dan Kaitannya dengan Keikhlasan dalam Menjalankan Tugas. Apa yang membedakan ibadah puasa dengan ibadah lainnya, sehingga mendapatkan keistimewaan, dikatakan bahwa ibadah tersebut adalah milik Allah? Selain karena kemuliaannya dan kecintaan Allah padanya, juga dikarenakan keikhlasan seorang hamba yang begitu kentara dalam melaksanakannya. Sebab puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya. Dalam kesendirian dia tetap berpuasa, walau tidak dilihat manusia. Jika seorang insan telah ikhlas dalam puasanya, maka buahnya dia akan terlatih untuk selalu ikhlas dalam setiap amal ibadahnya termasuk ketika ia menjalankan tugas. Inilah bedanya orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman, dalam menjalankan tugas. Orang yang tidak beriman ketika menjalankan tugas, hanya kepentingan duniawi yang ia harapkan dari pekerjaannya, sehingga buah rasa lelah dia dalam menjalani tugasnya hanyalah gaji yang diperoleh setiap bulannya. Namun orang yang beriman, selain dia mengharapkan gaji, ia juga merindukan ganjaran berupa pahala surga Allah. karena setiap langkah yang ia ayunkan dalam menjalankan tugas ia niatkan karena Allah. Puasa dan hubungannya dengan tepat waktu dalam menjalankan tugas. Sebagaimana ibadah lain dalam Islam, semisal shalat, zakat dan haji, puasa juga memiliki batas waktu pelaksanaan yang telah ditentukan dalam agama, tidak boleh mundur dan maju. Waktu puasa dimulai dengan terbitnya fajar dan ditutup dengan terbenamnya matahari. Andaikan ada orang yang ingin merubah batasan tadi, walaupun dengan niat supaya amalannya lebih banyak; jelas tidak dibenarkan. Jika dicermati, hal itu mendidik kita untuk senantiasa tepat waktu dalam setiap perkara, termasuk perkara duniawi. Di antaranya dalam menjalankan tugas. Sehingga baik ada pimpinan maupun tidak ada pimpinan, dilihat pimpinan ataupun tidak, jika telah saatnya masuk kerja, ia akan tepat waktu, ketika ada pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu ia akan menyelesaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Bukan seperti tindakan sebagian orang yang ketika masuk kerja pengennya masuk siang, giliran pulang penginnya duluan; selalu minta keringanan waktu dalam mengerjakan tugas yang ia terima. Tapi giliran menerima gaji tidak mau dikurangi . Allah taala telah mencela orang-orang yang curang dalam timbangan; mereka minta haknya dipenuhi, namun giliran memberi hak orang lain, mereka berbuat curang, Allah berfirman : Artinya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahea sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam?. QS. Al-Muthaffifin: 1-6. Puasa dan Kaitannya dengan Usaha untuk Menghindarkan Diri dari Tindak Penyelewengan Tugas. Jabir bin Abdullah menyampaikan petuahnya Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu juga turut berpuasa Yang dimaksud dengan puasa lisan, mata dan pendengaran adalah tidak menggunakan organ tubuh tersebut untuk tindak maksiat. Para ulama merasa heran terhadap sosok yang menahan diri (berpuasa) dari hal-hal yang mubah, tapi masih tetap gemar terhadap dosa. Ibnu Rajab al-Hambali bertutur, Kewajiban orang yang berpuasa adalah menahan diri dari hal-hal mubah dan hal-hal yang terlarang. Mengekang diri dari makanan, minuman dan jima, ini sebenarnya hanya sekedar menahan diri dari hal-hal mubah yang diperbolehkan. Sementara itu ada hal-hal terlarang yang tidak boleh kita langgar baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Di bulan suci ini tentunya larangan tersebut menjadi lebih tegas. Maka sungguh sangat mengherankan kondisi orang yang berpuasa (menahan diri) dari hal-hal yang pada dasarnya dibolehkan seperti makan dan minum, kemudian dia tidak berpuasa (menahan diri) dan tidak berpaling dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di sepanjang zaman; seperti ghibah, mengadu domba, mencaci, mencela, mengumpat dan lain-lain. Semua ini merontokkan ganjaran puasa. Seorang yang beriman juga senantiasa menjaga lisannya dari transaksi suap menyuap, bukan karena takut obrolan via hpnya dengan konsumen disadap oleh KPK, namun karena dia terlatih untuk senantiasa merasa diawasi Allah yang menyadap seluruh omongan para hamba-Nya dan akan menuntut pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Allah taala mengingatkan, Artinya: Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). QS. Qaf ayat 18. Ketika faktor pendorong seorang hamba untuk tidak menerima suap adalah rasa takut kepada Allah, diapun tidak akan berusaha mencari tempat-tempat sepi yang menurut prediksi dia tidak tersorot kamera CTTV, seperti kuburan misalnya. Sebab dia menyadari bahwa di manapun ia berada pasti Allah tetap melihatnya. Sebagian ulama menafsirkan firman Allah, Artinya: Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya. QS. Az-Zalzalah ayat 4. Maksudnya adalah: kelak bumi akan bercerita kepada Allah apa saja yang dilakukan bani Adam di atas permukaannya. Puasa dan Korelasinya dengan Meningkatkan Wawasan Ilmu Agama. Nabi kita shallallahualaihiwasallam memanfaatkan momentum Ramadhan sebagai masa untuk mengajarkan agama kepada para sahabatnya dan umatnya. Banyak sekali contohnya dalam lembaran sejarah kehidupan beliau. Maka kita pun tertuntut untuk meneladani beliau untuk mendalami ilmu agama, terutama di bulan suci ini. Program yang dicanangkan pada setiap hari kamis dimasing-masing OPD di Kabupaten Tanggamus untuk melaksanakan pengajian merupakan peningkatan ilmu pengetahuan agama, apa lagi di bulan ramadhan ini diharapkan bukan hanya pada hari kamis saja tapi pada setiap waktu misalkan membaca Al Quran, ilmu-ilmu tentang agama. Meningkatnya semangat ibadah yang bersumber dari Ramadhan. Maka mari kita gali hikmah-hikmah agar kita benar-benar mampu mewujudkan Ramadhan sebagai bulan penuh rahmat. Tentu kita juga berharap kebaikan-kebaikan selama Ramadhan tak putus seiring selesainya Ramadhan. Dengan demikian, kebaikan itu berlanjut pada bulan-bulan berikutnya hingga Ramadhan datang kembali. Begitu seterusnya. (*)

Sumber: