2 Catatan Kritis JCW Atas Sidang Kasus Suap Perizinan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta

2 Catatan Kritis JCW Atas Sidang Kasus Suap Perizinan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta

YOGYAKARTA, RADARTANGGAMUS.CO.ID - Sidang kasus dugaan korupsi berupa suap atas perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terhadap Apartemen Royal Kedhaton Kota Yogyakarta dengan terdakwa Oon Nusihono selaku Head Of Goverment Relation/Vice Prisident PT. Summarecon Agung Tbk dan terdakwa Dandan Jaya Kartika selaku Direktur PT. Java Orient Properti kembali digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, Senin (19/9/2022). Terdakwa Oon Nusihono dan Dandan Jaya Kartika berada di Rutan KPK didampingi salah seorang penasehat hukum sementara majelis hakim, tim JPU dan tim penasehat hukum terdakwa lainnya berada di ruang Garuda PN Yogyakarta. Sidang yang dipimpim oleh Ketua Hakim Majelis Muh. Djauhar Setyadi ini menghadirkan tujuh orang saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). Ketujuh orang saksi tersebut adalah Hari Satya Wacana (Kepala DPUPK Pemerintah Kota Yogyakarta), Nindyo Dewanto (Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Yogyakarta), Herman Nagaria selaku Direktur Property Development PT. Summarecon Agung Tbk, Sharif Benyamin selaku Direktur Property Development Region 8 PT. Summarecon AgungbTbk, Vincentius Vandi Artha (Jogja Bike Gallery), Egrie Inofitri Junia Sari (pemilik mobil Volkwagen Scirocco 2000 cc dan Santoso Tandyo (showroom jual beli mobil bekas). Jogja Corruption Watch (JCW) menyoroti persidangan kasus dugaan korupsi berupa suap atas perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terhadap Apartemen Royal Redhaton Kota Yogyakarta. \"Menanggapi persidangan lanjutan ini, JCW memberikan dua catatan kritis untuk kepala daerah termasuk Penjabat di Kota Yogyakarta dan Penjabat di Kabupaten Kulonprogo sebagai bahan koreksi serta perbaikan khususnya dalam hal pengurusan perizinan,\" ujar Baharuddin Kamba, Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Senin (20/9/2022). Pertama, adanya dugaan peran dominan dari seorang ajudan, sekreratis pribadi (Sespri) atau asisten pribadi (Aspri) kepala daerah. Karena apa yang disampaikan oleh seorang Sespri itu dianggap merupakan perintah langsung dari kepala daerah. Yang harus ditindaklanjuti oleh Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Dalam persidangan kemarin, Hari Satyawacana selaku kepala DPUPKP Kota Yogyakarta mengaku terus ditekan melalui telepon secara berulang oleh Triyanto Budi Yuwono selaku Sekretaris Pribadi dan orang kepercayaan Haryadi Suyuti. Kepala DPUPKP ini menganggap apa yang disampaikan oleh Triyanto Budi Yuwono merupakan perintah langsung dari Haryadi Suyuti selaku Walikota Yogyakarta saat itu. \"Catatan kedua, meskipun pengajuan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS) namun belum menjamin telah bebas dari persoalan korupsi. Tujuan dari sistem OSS sejatinya baik yakni dapat menghindar investor dari pungutan liar atau suap-menyuap yang selama ini terjadi akibat berusaha langsung berhubungan tatap muka dengan pemerintah daerah atau dinas terkait masalah perizinan,\" kata Kamba. Salah satu fakta persidangan yang terungkap adalah salah satu penasehat hukum terdakwa Oon Nusihono menyampaikan adanya dugaan pemberian uang sebesar Rp50 juta kepada Nurwidihartana sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPST) Pemerintah Kota Yogyakarta. \"Setelah uang diberikan, pendaftaran permohonan IMB Apartemen Royal Kedhaton baru diterima. Tentunya hal ini perlu dikonfrontir oleh Kepala DPMPST Nurwidihatana soal dugaan pemberian uang sejumlah Rp. 50 juta tersebut dipersidangan berikutnya,\" pungkas Kamba. (mar)

Sumber: