Tiga OPD “Keroyokan” Tingkatkan Produktifitas Kopi

Senin 21-05-2018,16:51 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

BANDARLAMPUNG—Pemkab Tanggamus akan berupaya untuk terus meningkatkan produktifitas kopi di Bumi Begawi Jejama baik dari segi kulitas hingga sumber daya petani kopi. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tanggamus Hi.Hendra Wijaya Mega saat berdiskusi mengenai peningkatan produksi Kopi Robusta dan Ubi Kayu di Provinsi Lampung yang digelar di kantor Bappeda Provinsi Lampung, Jumat (18/5). Dalam forum yang dihadiri seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) bidang ketahanan pengan se Provinsi Lampung dan Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) Pokja Ketahanan Pangan itu Hendra menyampaikan jika Pemkab Tanggamus siap dalam melakukan pembiayaan melalui APBD dalam melakukan penyuluhan dan pendampingan pada petani melalui OPD terkait. “Untuk meningkatkan produktivitas kopi robusta di Tanggamus harus berbagi peran antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan), Pemprov Lampung dan pemkab.Tugas kabupaten adalah melaksanakan pembinaan dan pelatihan petani,” kata Hendra. Selain itu, Sambung Hendra, beberapa OPD terkait di jajaran Pemkab Tanggamus juga ikut mendukung upaya peningkatan produktifitas kopi dan pemasarannya.”Dinas UKM, Dinas Peternakan dan Perkebunan kita usulkan agar rencana kerja (Renja) 2019 sudah mengakomodir kegiatan 2019, begitu juga dengan dinas ketahanan pangan yang ikut mendukung, untuk besarannya memang belum pasti sebab sedang disusun,” ungkapnya. Dalam paparannya Taufik menyampaikan pertumbuhan ekonomi Lampung dalam tiga tahun terakhir diatas nasional sebesar 5,07 persen untuk regional Sumatera masuk tiga besar setelah Sumsel dan Bengkulu.Tiga sektor penyumbang terbesar adalah pertanian 30 persen,industri pengolahan 19 persen dan perdagangan 11 persen.” Angka produksi Kopi robusta Lampung 114.00 ton/tahun. Untuk ekspor kopi melalui Lampung 600.000 ton/tahun. Untuk produksi Ubi Kayu Lampung terbesar di Indonesia. Luas areal Ubi Kayu terbesar berdasar data 2016 di Lampung Tengah 68.720 ha, Lampung Timur 52.829 ha, Lampung Utara 48.716 Ha,” ujarnya. Dilanjutkan Taufik, tantangan dalam pengembangan Industri Kopi Robusta dan Ubi Kayu adalah pengolahan ekspor dengan syarat-syarat berat diantaranya, kemampuan petani mengolah bahan baku mentah menjadi bahan baku masih rendah.” Kemudian diverifikasi produk olahan , peremajaan tanaman kopi, klon unggulan bermutu bersertifikat masih terbatas dan kelembagaan petani belum ada koperasi pengelola,” terangnya. Ditambahkan Ketua Pokja Ketahanan Pangan KEIN, Beni Pasaribu, bahwa KEIN telah menyusun road map tahun 2016, dimana prioritas KEIN adalah industri agro, Industri maritim termasuk perikanan , pariwisata dan ekonomi kreatif. “Untuk agro dipilih 30 komoditas salah satunya Ubi Kayu,” sebut Beni. Beni juga menyampaikan bagaimana daerah menciptakan komoditas yang komperatif menjadi komoditas kompetitif dan bagaimana Lampung menggalakkan keunggulan potensi daerah menjadi produk unggulan daerah. “ Kami berharap pemerintah kabupaten dalam anggaran APBD dapat ditingkatkan untuk melakukan pendampingan dan penyuluhan kepada petani. Untuk Kabupaten Tanggamus luas areal kopi Robusta 43.000 ha dan 58.000 ha hutan masyarakat,” terangnya. Petani Lampung, lanjut Beni, patut berbangga karena produk-produk lokal hasil pertanian Lampung memiliki kualitas dunia yang unggul dalam persaingan dunia. Produk tersebut yaitu Lada, kopi robusta dan singkong. “Petani kita SDM nya sudah cukup professional karena itu gennya memang sudah dari anak petani tinggal sekarang masalah produtifitas dan pengelolahan industrialisasinya perlu di tingkatkan. Ini memerlukan perhatian khusus dari pemerintah terutama pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi karena itu merupakan produk unggulan mereka, seperti contohnya kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat dimana memiliki Kopi Robusta yang menjadi unggulan daerah, karena kontribusi terhadap PDRB daerahnya tinggi, sehingga apabila income petaninya meningkat PDB Indonesia,” ujarnya Lalu Khairudin Akedemisi Unila mengatakan, rendahnya produktifitas bukan hanya bicara pupuk Urea dan NPK saja tapi perlunya pemahaman petani untuk menggunakan pupuk lengkap(organik) dan peran pemerintah untuk mengubah mindset petani bahwa ubi kayu dapat untuk industri.(ral)

Tags :
Kategori :

Terkait