Tidak heran, jika predikat desa terbersih juga lahir dari kebiasaan bermusyawarah ini.
2. Menganut Falsafah Tri Hita
Selain menjunjung tinggi kerukunan serta kebersamaan antar warga, masyarakat desa wisata Penglipuran ini juga sangat menjunjung tinggi falsafah hidup Tri Hita Karana.
Artinya, sebuah falsafah yang senantiasa menjaga keharmonisan dalam relasi antar sesama manusia.
Kemudian manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan.
Meski demikian, para generasi penerus Desa Penglipuran menempuh pendidikan formal sampai ke tingkat universitas.
Tapi mereka tetap diajarkan untuk selalu melestarikan tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya.
Tidak heran, jika arsitektur desa tersebut kental dengan nuansa budaya Bali dan Hindu yang masih dijaga dengan baik oleh masyarakat.
Bangunan di sana juga ditempatkan secara konsisten dari masa ke masa oleh mereka.
Contohnya, bangunan yang dianggap suci harus selalu terletak di hulu, perumahan di tengah, sedangkan ladang usaha berada di pinggir atau hilir.
3. Komitmen dengan Aturan yang Berlaku
Ketua pengelola Wisata Penglipuran, I Nengah Moneng mengatakan, kebersihan Desa Penglipuran ini sudah terjalin secara turun-temurun di kepribadian masyarakat setempat.
Moneng menjelaskan, seluruh warga merasa mempunyai tanggung jawab dalam melestarikan ajaran leluhurnya secara turun temurun.
4. Memiliki 243 kepala keluarga ini
Aturan desa atau yang akrab disebut awig-awig telah mengatur soal kebersihan desa.
Kendati tidak menyantumkan aturan soal kebersihan, akan tetapi faktanya aturan mengenai sanksi di dalamnya sudah ada.