Tak hanya Ambarawa saja, namun pasukan militer yang menyertai kedatangan RAPWI juga menuju tempat sekiranya salah satunya Magelang.
Tanpa disadari militer sekutu masuk, ditengah euforia kemerdekaan yang menjalar di seluruh penjuru tanah air.
Kembalinya sekutu membuat sentimen masyarakat Indonesia, yang tengah euforia atas diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia.
Lalu, makin tersulut takkala ada temuan bahwa pasukan sekutu yang seharusnya merehabilitasi tawanan perang, namun justru sebaliknya mempersenjatainya.
Pada tanggal 26 Oktober terjadi insiden antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan sekutu waktu itu.
Mendinginkan persoalan tersebut, Soekarno dengan Brigjen Bethel Inggris menyepakati perundingan gencatan senjata.
Namun, perjanjian tersebut tak diindahkan oleh pihak sekutu sehingga meletusnya pertempuran di Ambarawa dan Magelang,
pada tanggal 20 November 1945.
Pertempuran yang dikenal dengan Pertempuran Ambarawa ini merupakan pertempuran sengit yang pernah terjadi pasca proklamasi diumumkan.
Setiap jengkal tanah dipertahankan secara mati matian oleh tentara Indonesia saat itu.
2.000 orang, baik dari TKR maupun laskar rakyat termasuk didalamnya Komandan Resimen Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman tewas dalam peperangan tersebut.
Panglima TKR Jenderal Soedirman yang saat itu telah didapuk menjadi pimpinan tertinggi TNI AD turun tangan.
Jenderal Soedirman kemudian melancarkan serangan serentak, dengan persetujuan oleh para komandan lainnya.
Taktik perang Jenderal Soedirman tersebut dikenal dengan Taktik Supit Urang.
Yakni memukul musuh dari dua arah yakni Selatan dan Barat hingga Belanda terdesak dan mundur ke arah timur
Akhirnya tentara Indonesia memenangi pertempuran tersebut dan peperangan selesai pada tanggal 15 Desember 1945.