Vonis Dua Terdakwa Pembunuhan Bos Dede Cell Tuai Pro Kontra

Vonis Dua Terdakwa Pembunuhan Bos Dede Cell Tuai Pro Kontra

KOTAAGUNG--Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kotaagung yang memvonis kedua terdakwa pembunuhan Dede Saputra owner Dede Cell Gisting dengan vonis penjara 18 tahun dan 17 tahun penjara sontak menuai pro dan kontra bagi pihak korban dan kedua terdakwa. Pihak korban melalui Penutut Umum Kejari Tanggamus berharap kedua terdakwa dihukum setimpal dengan perbuatannya. Jaksa pun tidak main-main, menutut kedua terdakwa dengan tuntutan kombinasi ganjaran penjara seumur hidup. Sebaliknya, pihak kedua terdakwa berharap Syahrial Aswad dan Bakas Maulana Zambi divonis bebas. Sebab keluarga kedua terdakwa melalui tim penasehat hukum meyakini Syahrial Aswad dan Bakas Maulana Zambi tidak membunuh Dede Saputra. Lantaran versi dari Tim Penasehat Hukum semua dakwaan tidak bisa dibuktikan. Setelah majelis hakim membacakan putusan, harapan kedua belah pihak kini tinggallah harapan semata. Tuntutan kombinasi dengan hukuman penjara seumur hidup, tak terkabul. Harapan vonis bebas bagi kedua terdakwa pada sidang di tingkat kabupaten ini, juga lenyap. Majelis hakim hanya mengabulkan dakwaan primair Penuntut Umum. Berkaca dari putusan majelis hakim yang berada jauh di bawah tuntutan penuntut umum dan jauh dari kata vonis bebas, bisa ditarik benang merah majelis hakim berkeyakinan bahwa Syahrial Aswad dan Bakas Maulana Zambi adalah pelakunya. Namun apa yang mendasari putusan ini, awak media belum mendapatkan penjelasan detil hingga berita ini dirilis sejak Selasa (21/6/2022) malam hingga Rabu (22/6/2022) siang. MENYIKAPI putusan hakim Pengadilan Negeri Kotaagung ini, menurut Tim Penasehat Hukum kedua terdakwa, Endy Merdeny, di dalam hukum acara pidana, pembuktian merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di level sidang pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah, terjadi proses, cara perbuatan, dan pembuktian untuk menunjukkan benar atau salahnya terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan. Dia menerangkan, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman tentang tata cara yang dibenarkan oleh undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan oleh penuntut umum terhadap terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur mengenai alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang, yang boleh dipergunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan oleh penuntut umum terhadap terdakwa. Masih kata Endy Mardeny, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotaagung dalam menjatuhkan putusannya seyogyanya berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Fakta-fakta tersebut diperoleh dari pembuktian berdasarkan alat bukti yang telah diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Dari adanya pembuktian itu, diharapkan akan timbul kebenaran yang sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. Sehingga putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim akan menganut sistem keadilan, baik bagi korban, terdakwa, dan masarakat secara umum. Kolega Endy Mardeny, Wahyu Widiyatmiko mengatakan, putusan hakim terhadap perkara nomor: 37/Pid.B/2022/PN Kot tanggal 27 Januri 2022 (berkas terdakwa Bakas Maulana Zambi) dan perkara nomor: 64/Pid.B/2022/PN Kot tanggal 18 Februari 2022 (berkasterdakwa Bakas Maulana Zambi) dan perkara nomor: 64/Pid.B/2022/PN Kot tanggal 18 Februari 2022 (berkas terdakwa Syahrial Aswad), menarik untuk ditinjau. Pertama apakah pembuktian terhadap tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama (Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP) sudah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan? Kedua bagaimana seyogyanya pemidanaan terhadap dua perkara itu, apabila disesuaikan dengan fakta yang terungkap di persidangan? ”Sementara kami meyakini, pertama, pembuktian terhadap tindak pidana pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dalam perkara nomor: 37/Pid.B/2022/PN Kot dan nomor: 64/Pid.B/2022/PN Kot, tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. Kedua, penjatuhan pidana oleh hakim terhadap terdakwa, tidak sesuai dengan asas pemidanaan geen straf zonder schuld. Asas tersebut menurut Moeljatno dalam bukunya halaman 141, berarti orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Seharusnya majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya, memperhatikan kesesuaian dengan fakta-fakta di persidangan. Sehingga akan menghasilkan putusan yang sesuai dengan kesalahan yang diperbuat oleh terdakwa,” beber Endy Mardeny. Tim penasehat hukum kedua terdaka menganggap putusan ini tidak memenuhi rasa keadilan terhadap klien mereka Syahrial Aswad dan Bakas Maulana. Sehingga mereka akan melakukan banding dalam tujuh hari ke depan. Di hadapan awak media, Akhmad Hendra menyoroti soal proses otopsi tubuh korban. Ia mengutip keterangan saksi ahli forensik dr. Jims Ferdinan Possible, M.Ked For., Sp.F.M. bahwa saat otopsi tubuh korban, saksi ahli tidak mengambil kuku korban karena dirasa tidak perlu. Setelah itu jenazah korban diserahkan pada pihak keluarga untuk dimakamkan. Itu diungkapkan saksi ahli saat sidang agenda keterangan saksi terhadap terdakwa Bakas Maulana Zambi. ”Namun aneh bin ajaib, saat pembacaaan putusan malam ini, muncul poin tentang kecocokan DNA terdakwa Bakas Maulana Zambi dengan bercak darah dirinya pada kuku korban. Padahal sangat jelas saksi ahli forensik, sudah mengatakan tidak mengambil kuku korban saat otopsi, karena saksi ahli merasa tidak perlu. Jadi pertanyannya sekarang, lantas kapan kuku korban diambil dan tiba-tiba menjadi bahan pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan? Jika demikian, maka artinya terjadi dua kali otopsi. Dan otopsi yang diduga dilakukan kedua ini, harus dilakukan dengan membongkar makam, karena korban sudah makamkan. Tetapi kok tidak ada berita acara dan pemberitahuan ke kami selaku penasehat hukum terdakwa?” protes Akhmad Hendra. Hal senada juga disampaikan oleh ayah terdakwa Bakas Maulana, Yuzambi. Dia menjelaskan, bnyak fakta-fakta persidangan yang diabaikan oleh penuntut umum dan majelis hakim dalam persidangan. Masalah kuku dan DNA, kata Yuzambi, jelas dalam fakta persidangan saksi ahli forensik menyatakan tidak pernah memotong kuku korban. Lalu saat ahli DNA bersaksi dan ditanya oleh tim penasehat hukum terkait kuku yang diperiksa apakah benar kuku milik korban, saksi ahli DNA tidak berani memastikan bahwa itu kuku korban, karena saksi hanya menerima dari kepolisian. ”Apakah polisi melakukan otopsi ulang jenazah yang sudah dikubur, lalu memotong kuku korban? Hal ini tidak pernah dijelaskan secara detil kuku yang diperiksa itu milik siapa dan dari mana, sampai berhasil menjerat anak kami (Bakas Maulana). Tidak ada saksi dan bukti yang bisa membuktikan bahwa malam kejadian korban terbunuh, Bakas Maulana dan Syahrial bersama melakukan pembunuhan ataupun melihat mereka bersama. Sementara saksi (a de charge) untuk Bakas Maulana berada di mana saat kejadian pembunuhan, dianggap tidak kuat oleh hakim. Bukti telepon maupun chatting tidak bisa dihadirkan. Handphone Syahrial juga tidak disita sebagai barang bukti. Di persidangan, ahli pidana juga menyatakan BAP tidak sah, karena anak kami tidak didampingi saat diperiksa dan tidak ada konfirmasi kepada pihak keluarga. Ini sangat tidak adil bagi kami,” ketik Yuzambi via pesan WhatsApp, Rabu siang pukul 12.10 WIB. ”Kami pihak keluarga Bakas Maulana Zambi jangankan 18 tahun, satu hari saja Bakas ditahan, kami pasti akan banding! Bahkan kasasi jika perlu! Kami yakin anak kami tidak bersalah! Dia ditangkap berdasarkan keterangan Syahrial yang berada di bawah penyiksaan. Pengakuan Alan juga di bawah penyiksaan dan penganiayaan,” seru ayah terdakwa Bakas Maulana. Sementara pihak keluarga almarhum korban, begitu majelis hakim menutup persidangan dan situasi berubah kacau Selasa malam, langsung dikawal aparat Polres Tanggamus untuk meninggalkan lokasi. Namun Rabu siang, upaya untuk mendapatkan tanggapan dari pihak korban membuahkan hasil. Kakak sulung almarhum korban, yaitu Amriyadi mengungkapkan, keluarga korban percaya sepenuhnya pada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotaagung. ”Yang mulia Majelis Hakim PN Kotaagung memvonis berdasarkan keprofesionalan dan keilmuannya. Kami terima itu. Terkait upaya banding pihak terdakwa, itu hak mereka. Karena pada dasarnya keluarga terdakwa dan korban mempunyai hak masing-masing untuk pembelaan. Kalaupun mereka mau membela ya, kami persilahkan saja. Vonis hakim memang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Tapi kami sudah ikhlas menerima apa yang telah menjadi vonis hakim. Kami keluarga besar juga mengucapkan terimakasih kepada TEKAB 308 Polres Tanggamus, Polsek Talangpadang dan Pugung, yang sudah mengungkap kasus ini. Demikian juga kepada jaksa dan majelis hakim yang telah memberikan tuntutan dan putusan,”pungkas Amriyadi. (ayp/ral)

Sumber: