BANDARLAMPUNG,RADARTANGGAMUS.CO.ID--Merasa dirinya difitnah dan disudutkan dengan pemberitaan yang tidak lengkap oleh salah satu media online, mengenai dugaan sengketa tanah, pengacara kondang asal Bandar Lampung, Indah Meyland melapor ke Dewan Pers dan Cybercrime.
Ya, baru-baru ini Indah Meyland merasa dirinya difitnah juga disudutkan oleh salah satu media online di Tanggamus, kala dirinya sedang mengawal perkara sengketa tanah yang kini sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kota Agung.
Dituturkan Indah Meyland, bahwa nama baiknya sebagai pengacara yang sedang mengawal perkara sengketa tanah, dengan Nomor Perkara 12/Pdt.G/2024/PN.Kot yang ditunjuk sebagai kuasa hukum penggugat bernama Tuti, Karyati dan Eni Septawati, tercoreng oleh sebuah pemberitaan yang dibuat oleh salah satu media online.
"Kami sangat keberatan dengan media online Duta Publik yang tertanggal 18 Juni 2024. Dengan judul Sengketa Tanah Mardianto: Surat Pernyataan yang Ditulis Oknum TNI dan Istri atas Panduan Oknum Pengacara,"ujarnya.
Dijelaskan oleh Indah Meyland, pihak media online melalui seorang oknum wartawannya tersebut, memberitakan seperti penggiringan opini. "Yang di mana timbulnya fitnah,"tegasnya.
Indah Meyland pun menambahkan, bahwa apa yang diberitakan oleh media online tersebut hanya memberitakan di satu sisi saja. Dan tak mengetahui asal usul pokok perkara yang sedang digugat oleh pihaknya tersebut.
"Memang kita pernah menggugat nomor perkara 12/Pdt.G/2024/PN.Kot. Kami sebagai kuasa hukum penggugat mengatasnamakan Tuti Karyati Eni Septawati. Yang terkait sengketa lahan yang terjadi di Tanjung Anom Kabupaten Tanggamus,"urainya.
Dilanjutkan lagi oleh Indah Meyland, bahwa dimana pokok pertama sengketa lahan ini bermula ketika sang prinsipal nya membeli tanah tersebut pada tahun 1983.
"Yang akhirnya sudah 35 tahun dirawat dan diurus. Jadi tidak ada masalah sedikitpun dibeli pun dengan surat sah dan diketahui lurah dan tanda tangan saksi saksi," jelas dia.
Lalu pada tahun 2023 lalu, di tanah tersebut mulai terjadi sebuah kerusuhan, dimana para tergugat 1 itu Sarimin dan tergugat 2 Asmari mantu dari Sarimin ini, melakukan keributan.
"Pertama dia mengambil tanaman di kebun klien kami sebanyak 2 kali. Pernah dilaporkan ke pihak kepolisian namun belum ditindaklanjuti sampai sekarang. Dengan dia ini merusak dan membabat lalu menebang habis pohon yang ada disana," ungkapnya.
"Setelah ditebang habis mereka mulai menanam pohon seolah yang akan direkayasa ini loh milik mereka dengan adanya tanaman yang baru. Padahal orang sudah melihat asal muasal itu semua 35 tahun lalu itu tanam tumbuh digunakan oleh pemilik resmi," tambahnya.
Lalu muncul adanya keributan-keributan tersebut, pihaknya pun melakukan gugatan ke pengadilan. Tetapi, dalam perjalanan karena tergugat 2 ini dikenal sangat pintar memutar balikkan fakta.
"Jadi tergugat 2 ini datang ke posbakum tempat kami di PN Kota Agung dan menyampaikan bahwa si Srihadi ini sudah meninggal dunia. Tetapi kami tidak semerta merta kami percaya. Jadi memang tim kami mencari dimana alamat si Srihadi berada dan ketemu juga dengan anaknya yang namanya Mardianto menyatakan bahwa Srihadi sudah meninggal dunia," ungkap dia.
Pada akhirnya dari pernyataan ahli waris itu, pihaknya pun mengambil kesimpulan, dengan tidak mungkin pihaknya sebagai kuasa hukum menggugat orang yang sudah meninggal dunia.