Dihantui Polusi, Warga Desak PT Woongsol Berhenti Produksi
--
SIDOMULYO, RADARTANGGAMUS.CO.ID - Dampak dari aktivitas produksi PT. Woongsol Nature Indonesia terus menghantui warga Dusun Katibung, Desa Sukabanjar Kecamatan Sidomulyo.
Polusi yang dihasilkan perusahaan penanaman modal asing yang bergerak dalam bidang produksi dan ekspor komoditi agricultural raw material itu, mengancam kesehatan warga yang terdampak.
Padahal, konflik antara perusahaan dengan warga menyangkut persoalan yang sama sudah di mediasi berulang-ulang namun tanpa solusi yang konkrit.
Aksi massa juga pernah dilakukan warga di depan perusahaan serabut kelapa asal Korea itu. Musababnya banyak warga yang menderita ispa dan gatal-galat selama berbulan-bulan.
BACA JUGA:Proposal DD Tahap III Bisa Disodorkan Pekan Depan
Beberapa tuntutan sudah disampaikan warga tatkala direksi perusahaan menemui perwakilan warga yang melancarkan protes. Namun, tuntutan tersebut hingga kini belum dipenuhi.
“ Tuntutan warga waktu itu, hentikan debu dan polusi bagaimanapun caranya. Kami nggak mau konpensasi, yang kami ingingkan hanyalah perusahaan setop sementara karena debunya menyebabkan anak-anak dan lansia menderita gangguan pernapasan serta gatal-gatal,” kata Tokoh Masyarakat Dusun Katibung, Ahmad Lutfi kepada Radar Lamsel, Selasa (12/9).
Kalaupun perusahaan ingin terus melakukan produksi, Ahmad Lutfi mendesak agar Woongsol meredam polusi. Sehingga kesehatan warga tidak terancam sejak perusahaan tersebut mulai produksi secara besar-besaran medio 2018/2019.
“ Kalau nggak bisa kurangi produksi, maka redam polusinya, pakai blower atau apapun namanya. Kalau masih nggak bisa juga kami minta perusahaan itu berhenti sementara atau ditutup saja,” tegasnya.
Jarak yang begitu dekat dengan PT. Woongsol menyebabkan 80an Kepala Keluarga di Dusun Katibung menderita. Buktinya dalam sekali menyapu rumah, warga disana menghimpun debu yang mencapai satu aqua gelas.
“ Pagi, siang dan malam debu nggak berhenti. Apalagi saat ini musim kemarau. Tadinya kami mendesak perusahaan melakukan penyeriaman rutin supaya menekan penyebaran debu. Namun tidak dilakukan juga, malah kata orang prusahaan mereka menambah mesin produksi,” jelasnya.
Media ini juga menemui orang tua yang anaknya menderita gangguan pernapasan sejak dua bulan belakangan. Dari keterangan korban, anaknya sudah bolak-balik periksa ke dokter namun belum sembuh juga.
“ Sudah ke dokter spesialis kata dokter anak saya mengidap gangguan pernapasan. Kalau terus-terusan begini, bahayanya bagi kesehatan kami. Harusnya perusahaan memikirkan dampak buruk terhadap warga, bukan hanya memikirkan keuntungan semata,” kata Imam, seorang ayah yang anaknya menderita alergi debu.
Emosi warga disana sudah memuncak, Pemerintah Desa Sukabanjar bahkan sudah pasrah dengan hal ini. Sebab kejadiannya terus berulang-ulang tanpa ada penanganan serius baik dari Perusahaan maupun Pemerintah Daerah.
Warga memang tidak mengancam secara eksplisit atas dampak buruk tersebut. Namun ketika keluhan ini kembali digantungkan tanpa solusi, bukan tidak mungkin menyulut konflik yang lebih besar, sebesar kobaran api yang kerap melahap serabut kelapa di PT. Woongsol.
Menyikapi hal tersebut Wakil Ketua I DPRD Lampung Selatan Agus Sartono langsung beraksi. Rencananya Anggota DPRD Lamsel bakal turun ke PT. Woongsol bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah seperti DLH dan Dinkes Lamsel.
“ Ini sudah terjadi berulang-ulang, persoalannya sama. Warga khawatir dampak jangka panjang terhadap kesehatan mereka. Maka besok (Rabu.red) kami turun bersama OPD ke PT. Woongsol supaya ada jalan keluar,” kata Agus.
Legislator asal Sidomulyo itu mengharapkan warga sementara untuk menahan emosinya. Itu dilakukan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
“ Sementara tahan emosi dan amarah, jangan bertindak gegabah. Besok baru akan kita ketahui apakah ada jalan keluar atau tidak,” terangnya.
Saat dihubungi via telepon, HRD PT. Woongsol Nature Indonesia Oktovie Herousa mengatakan kalau dirinya sudah beberapa hari tidak ngantor lantaran kerap berseberangan dengan menejemen perusahaan.
Ovie begitu Oktovie biasa disapa menjelaskan sebetulnya kejadian seperti ini sudah berulang-ulang setiap tahun. Namun kondisi kemarau yang terjadi menyebabkan debu beterbangan dan tak mampu dibendung perusahaan.
“ Bahkan ketika sudah disiram, dibendung oleh waring pun sama saja. Tetap kebobolan juga, mestinya perusahaan menjadikan ini sebagai pelajaran supaya kedepan tidak terus begini,” kata Ovie yang mengaku menonaktifkan diri selama beberapa hari belakangan.
Dari pengakuannya, Ovie merupakan penyambung lidah antara warga dengan menejemen perusahaan yang para petingginya berkebangsaan Korea. Beberapa kebijakan perusahaan kata Ovie sebagian sudah mengakomodir keinginan warga.
“ Sebagian sudah diakomodir keinginan warga seperti penyiraman rutin. Tetapi memang kemarau dan angin kencang tak mampu membendung,” kata Ovie.
Dari nada bicaranya, Ovie tampak pasrah dengan konflik yang terjadi antar warga dan PT. Woongsol. Dia mengaku sudah tidak cocok dengan menejemen dan pasrah dengan keputusan atau tindakan yang bakal dilakukan warga disana.
“ Kalau saya sudah berupaya menyampaikan, dalam bulan ini saja sudah tiga kali mediasi warga dengan menejemen. Persoalannya memang berkelindan, mau pasang waring supaya membendung debu tapi terbentur dengan aturan PLN yang nggak boleh mendirikan bangunan tinggi dekat sutet. Jadi masalah lagi kan,” tandasnya. (*)
Sumber: