Pemkab Tak Bisa Berbuat Banyak, Kewenangan di Pemprov Lampung

Pemkab Tak Bisa Berbuat Banyak, Kewenangan di Pemprov Lampung

//Terkait Penanganan Konflik Gajah// KOTAAGUNG—Konflik gajah dengan manusia di Kabupaten Tanggamus terus berlanjut setelah sebelumnya di wilayah Kecamatan Semaka, kini yang terbaru di wilayah hutan kawasan yang bersebelahan langsung dengan teritorial Kecamatan Bandarnegerisemuong. Menanggapi persoalan tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Tanggamus Hi. Andi Wijaya menilai jika konflik gajah di Blok 6 berbatasan dengan Pekon Gunungdoh, Kecamatan Bandarnegeri Semuong pada Jumat (20/4) malam, berbeda dengan konflik yang terjadi di Kecamatan Semaka pada Agustus 2017 lalu. \"Kalau di Semaka waktu itu, kawanan gajahnya yang memang sudah merangsek ke pemukiman warga di pekon. Sedangkan di Blok 6 ini, memang merupakan habitatnya gajah dan bukan wilayah Hutan Kemasyarakatan (HKm). Jadi sekali lagi saya minta agar warga meninggalkan wilayah Register 39,\" tegas Andi Wijaya, Selasa (24/4). Dalam waktu dekat ini, lanjut Andi, pihaknya akan mengundang rapat semua pihak terkait untuk menindaklanjuti peristiwa konflik gajah versus manusia itu. Andi Wijaya pun mengakui, bahwa Pemerintah Kabupaten Tanggamus tak bisa berbuat banyak untuk menangani masalah ini. \"Lokasinya memang di Tanggamus. Manusianya adalah warga Tanggamus. Tetapi kewenangan menangani masalah ini, adalah di Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung. Dan pemprov sudah punya satuan tugas (satgas) yang khusus menangani konflik gajah dengan manusia. Bahkan sudah di-pergub-kan. Jadi pemkab hanya sebatas mengimbau dan merekomendasikan,\" ucapnya. Satgas tersebut, setahu dirinya sudah punya program-program kerja. Bahkan satgas penanggulangan gajah tingkatannya sampai ke tingkat pekon. Garis koordinasi mereka berada si bawah Dishut dan Gubernur Lampung. Saat ini yang pasti, Pemkab Tanggamus hanya bisa menantikan penerapan keputusan Pemprov Lampung, tentang penyelesaian konflik satwa dengan manusia yang sudah dibentuk di tingkat provinsi. Sekda mengaku, terkait konflik gajah, Pemkab Tanggamus memang menemui berbagai kendala dari segi administrasi. Pasalnya kewenangan hutan ada di tingkat provinsi, dalam hal ini dipegang Dinas Kehutanan. Kemudian soal satwanya, merupakan kewenangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Lampung-Bengkulu. \"Dari gambaran aturan otonomi daerah dan SK Gubernur tentang penyelesaian konflik satwa, maka penanganan perambah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Lampung. Sedangkan penanganan satwanya oleh BKSDA. Nah, Pemkab Tanggamus hanya bisa membina masyarakatnya,\" terang sekda. Ia mengaku dari SK gubernur juga ditentukan ada tim koordinasi dan tim satgas di tingkat provinsi. Tim Koordinasi, anggotanya semua Sekretaris Daerah kabupaten/kota, untuk koordinasi dengan pihak terkait dalam proses mengatasi dan menyelesaian konflik di suatu daerah. Lalu tim satgas dikoordinir dan dipegang oleh BKSDA. Tim ini bertugas memberikan perlindungan ke satwa serta langkah yang ditempuh. Dilibatkan juga perusahaan-perusahaan yang ada di daerah masing-masing untuk berperan dalam penyelesaian konflik. \"Kalau dari keputusan gubernur, peran pemkab hanya jadi anggota tim koordinasi. Penyelesaian utama ada di pihak BKSDA dan Dishut Lampung,\" tandas Andi Wijaya. Ketika ditanya lebih lanjut progres tentang wacana pendirian Pusat Konservasi Gajah di Tanggamus yang sempat diembuskan Jaring Kelola Ekosistem Lampung (JKEL) pada mantan Bupati Tanggamus Hi. Samsul Hadi, Sekda mengatakan hal itu tidaklah mudah. Pun demikian, yang seharusnya proaktif \"menjemput bola\" ke kementerian adalah Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.(ral/ayp)

Sumber: