MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin Dalam Sengketa PHPU Pilpres 2024

MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin Dalam Sengketa PHPU Pilpres 2024

Pasangan Anies Baswedan - Cak Imin saat mendengarkan sidang pengucapan Putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, Senin (22/04) di Ruang Sidang MK. Foto Humas MK--

RADARTANGGAMUS.CO.ID--Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (Anies-Muhaimin) secara seluruhnya dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden wakil presiden tahun 2024.

Mahkamah berpendapat,permohonan Anies-Muhaimin tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

“Amar putusan, mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan, Senin 22 April 2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.

MK dalam pertimbangan hukumnya mengelompokkan dalil-dalil Anies-Muhaimin menjadi enam klaster.

BACA JUGA:Prabowo-Gibran Sah Sebagai Pemenang Pilpres 2024, Menang di 36 Provinsi

Klaster pertama,independensi penyelenggara pemilu.Kedua,keabsahan pencalonan presiden dan wakil presiden,ketiga,bantuan sosial (Bansos),keempat,mobilisasi/netralitas pejabat/aparatur negara.

Kelima, prosedur penyelenggaraan pemilu. Keenam, pemanfaatan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).

Sebelum resmi membacakan penolakannya itu, MK juga membacakan pertimbangan terhadap berbagai dalil.

"Pemohonan pemohon tidak beralasan hukum," ucapnya.

Di antara yang dipertimbangkan MK yaitu dalil Paslon AMIN yang meminta Capres-Cawapres Nomor Urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi.

MK memandang dalil yang disampaikan tim Paslon Anies-Muhaimin itu tidak beralasan menurut hukum.

MK juga menyatakan KPU selaku termohon telah melakukan langkah-langkah sesuai aturan dalam menindaklanjuti putusan MK yang mengubah syarat pendaftaran capres-cawapres.

MK juga menyatakan dalil yang menganggap ada nepotisme hingga cawe-cawe dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait munculnya putusan MK yang mengubah syarat usia capres-cawapres tidak beralasan menurut hukum

Ketua MK Suhartoyo saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah menyebutkan,terdapat beberapa kelemahan dalam peraturan perundangan-undangan yang mengatur terkait dengan pemilihan umum dalam UU Pemilu, PKPU, maupun Peraturan Bawaslu sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu,khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu.

Sumber: