Anggota DPRD Minta Inspektorat Segera Turun
KOTAAGUNG--Pembangunan sumur bor dari dana desa (DD) tahun 2020 di Pekon Srimelati Kecamatan Wonosobo yang mangkrak belum dapat dimanfaatkan mendapat sorotan dari anggota DPRD Tanggamus, terlebih dari empat titik yang direncanakan baru terealisasi satu titik. Anggota DPRD Tanggamus dari daerah pemilihan (Dapil) II, Marini Sari Utami pun angkat bicara dengan persoalan ini. Dirinya berharap kepada pihak pekon untuk lebih transparan dengan anggaran pekon, sebab anggaran itu diberikan kepekon tujuannya untuk membangun pekon sehingga pekon tidak ketinggalan dan bsa lebih maju. \"Apa lagi itu kan DD ditahun 2020 sedangkan sekarang sudah tahun 2021,harusnya pembangunan ditahun 2020 itu sudah selesai semuanya,\"ujar Marini Legislator asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap, Inspektorat lebih teliti lagi dalam menilai setiap pekon khususnya pekon yang bermasalah atau pekon yang pembangunannya masih ada yang belum selesai sehingga kejadian pekerjaan fisik mangkrak atau mubazir tidak terjadi lagi. \"Kalau memang anggaran dipakai untuk bantuan langsung tunai (BLT) dan lain-lain, setidaknya pihak pekon atau Pj kepala pekon dapat memberikan pengertian kepada masyarakat sehingga mereka bisa memahami,\"ujar Marini. Senada diungkapkan, Anggota DPRD Tanggamus lainnya Buyung Zainudin yang meminta agar inspektorat turun untuk memastikan ada atau tidaknya penyimpangan DD yang dialokasikan untuk pembangunan sumur bor di Pekon Srimelati. \"Hal itu kita kembalikan lagi ke inspektorat untuk memastikan kebenarannya,\"kata Buyung Zainudin. Diberitakan sebelumnya, proyek pembangunan sumur bor di Pekon Srimelati Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus menyisakan persoalan, dimana, pembangunan yang bersumber dari dana desa (DD) tahun 2020 tersebut hingga kini belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga terkesan mubazir dan sarat akan penyimpangan. Salah satu tokoh masyarakat Pekon Sri Melati yang enggan namanya untuk dipublikasikan mengatakan bahwa, awalnya disepakati pembangunan sumur bor dilakukan di empat titik, namun yang terealisasi hanya satu titik, itupun belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya jamaah Musala. \"Airnya keruh dan bau, jadi tidak bisa dimanfaatkan. Airnya yang dari tower juga kalau penuh, acak-acakan tumpah kebawah,\"katanya. Ia juga mengatakan bahwa berdasarkan informasi yang ia terima, kedalaman sumur bor berikut anggaran tidak sesuai dengan perencanaan.\"Rencana awal saat musyawarah dusun kedalaman 25 meter dengan biaya Rp 35 juta per titik, tapi kalau kata yang kerja hanya 10 meter dengan biaya tidak seperti rencana awal. Lalu dari empat titik kenapa hanya satu titik , tiga titik lagi kemana, alasan aparatur dialihkan untuk BLT DD,\" ujarnya. Dilanjutkan sumber, selain kualitas air yang tidak bisa dimanfaatkan, tata letak tower juga dikhawatirkan dapat membahayakan masyarakat.\"Lihat sajalah mas itu dua tower ditumpuk, kalau ambruk kebawah bagaimana kan bahaya,\" kata dia. Permohonan masyarakat lanjutnya hanya ingin agar, sumur bor dipindahkan ketempat lain sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.\"Permintaan kami hanya agar sumur itu dipindah ketempat lain, permohonan ini sudah sering disampaikan namun tidak digubris,\"pungkasnya. Ia juga menyebut ada indikasi korupsi didalam pengelolaan dana desa yang di terima Pekon Sri Melati pada tahun 2020, senilai Rp 748 juta.\"Dugaan salah satu item yang terindikasi korupsi yakni material untuk membuat tower baik besi dan bak penampungnya merupakan barang bekas,\"kata dia. Sementara Pj Kepala Pekon Sri Melati Fatonah saat dikonfirmasi, terkesan enggan menanggapi bahkan justru menyalahkan pekerja yang membuat sumur bor.\"Langsung kepekerja ya, yang membuat sumur bor, orang Sri Melati juga, saya juga sudah berkirim surat sebanyak tiga kali tapi belum ditanggapi,\"ujar Fatomah saat dihubungi melalui telepon.(ral)
Sumber: