SPS Tolak Draft RUU Penyiaran dan Minta DPR Tinjau Ulang
Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat, Januar P Ruswita. Foto Ist--
JAKARTA,RADARTANGGAMUS.CO.ID-- Serikat Perusahaan Pers (SPS) menolak draft Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang sedang digodok oleh DPR RI.
Organisasi yang didirikan oleh tokoh-tokoh dan pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional 8 Juni 1946 ini menilai,ada beberapa pasal yang bermasalah dan berpotensi mengekang kemerdekaan pers serta melemahkan fungsi pers sebagai bagian dari pilar demokrasi.
Untuk itu SPS meminta agar DPR melakukan peninjauan ulang RUU Penyiaran.
"Kemerdekaan pers adalah bagian dari marwah pers nasional yang harus kita jaga bersama. Kami menganggap RUU Penyiaran ini mengancam kebebasan pers," ujar Ketua Umum SPS, Januar P. Ruswita melalui rilis yang diterima redaksi radartanggamus.co.id, Jumat 17 Mei 2024.
BACA JUGA:SPS Kian Berkembang Pesat, 23 Perusahaan Pers Tergabung Dalam SPS Provinsi Aceh
BACA JUGA:Petinggi Grup Disway.id dan SPS Dukung Pembentukan Pers Siber Indonesia (PSI)
Adapun pokok-pokok pernyataan terhadap draft RUU Penyiaran dari SPS adalah sebagai berikut:
Draf RUU tentang perubahan atas UU Penyiaran (versi Maret 2024) yang beredar di masyarakat, dinilai mengancam kemerdekaan dan kebebasan pers.
Draf RUU Pasal 50B ayat (2) menyebutkan dalam panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran memuat larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Hal ini bertentangan dengan UU Pers pasal 4 ayat (2) yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Draf RUU Pasal 8A ayat (1) menyebutkan bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran. Kemudian Pasal 42 ayat (2) menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini bertentangan dengan UU Pers pasal 15 ayat (2) huruf C tentang salah satu tugas Dewan Pers, yaitu memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Hal ini memperlihatkan adanya tumpang tindih kewenangan antara KPI dan Dewan Pers.
UU Pers seharusnya menjadi rujukan bagi berbagai peraturan yang berkaitan dengan pers dan harus ada pelibatan Dewan Pers dan para konstituennya,serta komunitas pers dalam penyusunan draft RUU tersebut.
Sumber: