Keluarga Korban Minta Oknum Guru Ngaji Dihukum Penjara Seumur Hidup

Keluarga Korban Minta Oknum Guru Ngaji Dihukum Penjara Seumur Hidup

KOTAAGUNG--Keluarga korban pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru ngaji di Kecamatan Kelumbayan Barat medio 2021 lalu mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Kotaagung, Rabu (8/6). Kedatangan orang tua yang didominasi oleh kaum emak-emak itu meminta agar majelis hakim dapat memberikan hukuman seberat-beratnya kepada RH (33) terdakwa pelaku pencabulan terhadap enam santriwati. Kedatangan para orang tua korban disaat sidang dengan agenda penyampaian tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerbang Lampung, Posbakum Pekon Purwosari dan Ormas Frekat. Selain aksi damai dengan membentangkan spanduk dan poster tersebut, para keluarga korban juga membagikan bunga kepada aparat kepolisian yang berjaga dan pegawai PN Kotaagung. Pembagian bunga untuk menggugah simpati aparat penegak hukum. SM Salah satu orang tua korban yang berorasi didepan PN Kotaagung meminta kepada majelis hakim agar dapat memberikan hukum yang seberat beratnya kepada terdakwa RH (33) yaitu penjara seumur hidup hal ini karena perbuatan terdakwa sudah menghancurkan masa depan korban bahkan ada yang tidak mau bersekolah lagi. \"Kami memohon keadilan kepada bapak hakim agar pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya yaitu penjara seumur hidup karena perbuatan pelaku sudah menghancurkan masa depan, bahkan ada korban yang tidak mau sekolah lagi karena malu,\"ujarnya dengan nada terisak. Senada,Parluhutan Daulay dari Tim LBH Gerbang Lampung, berharap terdakwa RH yang merupakan oknum ustadz dapat diberikan hukuman setimpal sehingga ada efek jera. \"Kepada majelis hakim dan juga JPU agar dapat menjalankan proses hukum dengan sungguh-sungguh, sehingga ada efek jera bagi pelaku. Lalu terkait tuntutan, berdasarkan UU terdakwa diancam dengan hukuman 15 tahun penjara, namun karena korban adalah santri dan pelaku adalah seorang pendidik maka ada unsur pemberat jadi bisa ditambah 1/3, hukuman maksimal bisa 20 tahun penjara atau seumur hidup, kemudian kalaupun nantinya ditambah dengan kebiri kimia, itu semua tergantung penilaian hakim,\"ujar Parluhutan Daulay. Menanggapi tuntutan dari keluarga koran pencabulan,Trisno Johannes Simanullang , Hakim dari PN Kotaagung menyatakan bahwa dalam menjatuhkan vonis oleh hakim ada mekanisme yang berlaku, sehingga tidak bisa diintervensi. Namun ia menegaskan bahwa majelis hakim tentu akan mengambil keputusan secara adil dan bijaksana. \"Terhadap apa yang bapak ibu sampaikan tadi, semua ada mekanisme dan prosesnya. Dalam persidangan ada majelis hakim yang dapat memutuskan secara adil dan bijaksana, percayalah kebenaran itu pasti ditegakkan,\"kata Trisno. Dibagian lain, Imam Yudha Nugraha selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanggamus, menuntut terdakwa RH dengan penjara seumur hidup. \"Terdakwa melakukan tindak pidana persetubuhan dan pencabulam terhadap anak dibawah bumur yang korbannya lebih dari satu orang. Menjatuhkan pidana penjara selama seumur hidup dengan perintah terdakwa untuk tetap ditahan dan barang bukti diramapas untuk dimusnahkan,\"kata Imam dihadapan Hakim Ketua Ari Kurniawan, Hakim anggota I Zaki Ikhsan Samad dan Hakim anggota II Murdian. Sekadar mengingatkan, RH berhasil ditangkap, Satreskrim Polres Tanggamus pada Kamis (23/9/21) saat berada di rumah kerabatnya di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Kasatreskrim saat itu Iptu Ramon Zamora, mengatakan setelah penangkapan pihaknya langsung membawa RH ke Polres Tanggamus guna proses penyidikan lebih lanjut. Iptu Ramon menjelaskan, penangkapan tersangka berdasarkan 6 laporan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umum terhadap korbannya berinisial GM (14), IS (12), NR (18), SR (12) tanggal 3 Agustus 2021, MU (12) , MI (12) tertanggal 16 Agustus 2021. Berdasarkan laporan tersebut, dugaan pencabulan tersebut dilakukan tersangka terhadap GM pada Februari 2021 IS pada Maret 2021, NR pada Februari 2021, SR pada Februari 2021, MU pada Oktober 2019 dan MI pada Maret 2021. Kejadian tersebut, pada saat korban belajar mengaji di majelis milik pelaku, dimana korban dan saksi lainya diwajibkan untuk menginap ditempat tersangka, lantas saat menginap tersebut korban dibangunkan tersangka, disaat itulah tersangka melakukan aksi dugaan pencabulan tersebut. \"Berdasarkan keterangan para korban, modus operandi tersangka melakukan perbuatan tersebut diduga menggunakan sejenis hipnotis yang membuat korban tidak sadarkan diri,\" terang Ramon.(ral)

Sumber: